Senin, 30 Agustus 2010

Martabat Rupiah, Martabat Bangsa

image: detikfinance.com
PEMULIHAN ekonomi global serta kestabilan sistem finansial Indonesia ternyata masih rentan terhadap rumor yang berkaitan dengan masalah ekonomi dan keuangan.
 
Rumor sanering atau penurunan daya beli uang dengan cepat menyebar di kalangan masyarakat ketika Gubernur Bank Indonesia (BI) menjelaskan wacana redenominasi rupiah. Meski disebut masih wacana dan perekonomian Indonesia sendiri berada dalam kondisi baik seperti dicerminkan oleh pertumbuhan yang cukup tinggi serta inflasi yang terkendali, sempat timbul keresahan dan kepanikan di kalangan masyarakat. Kesimpulan yang bisa ditarik, ternyata masyarakat belum 100 persen percaya terhadap kebijakan ekonomi pemerintah dan masih mudah percaya pada rumor.
Wacana yang digulirkan BI berangkat dari ide yang baik untuk mengefisienkan sistem pembayaran rupiah. Saat ini pecahan mata uang terbesar rupiah adalah Rp100 ribu, dan dalam kenyataan sering didapati seseorang harus membawa banyak sekali lembaran tersebut untuk transaksi yang bernilai jutaan rupiah. Kalau ini dibiarkan terus, suatu saat bukan tidak mungkin BI harus menciptakan lembaran rupiah yang lebih besar lagi, misalkan Rp200 ribu atau Rp500 ribu.

Kemerdekaan Ekonomi RI Ada di Tangan Kita Sendiri

image: corbis.com
Setelah 65 tahun merdeka, masih banyak orang meragukan bahwa ekonomi Indonesia telah merdeka. Kemerdekaan atau kemandirian ekonomi Indonesia dikatakan sudah sirna dan bahkan tergadaikan.
Pengelolaan ekonomi Indonesia dikatakan masih dijajah oleh negara lain atau sekelompok negara lain atau ideologi lain.


Banyak cabang-cabang ekonomi Indonesia juga sudah dikuasai asing dan perusahaan multinasional sehingga kita tidak berdaya mengaturnya. Pasar modal dikuasai oleh investor asing yang pada umumnya mementingkan keuntungan jangka pendek semata.
Perbankan sudah dikuasai asing sehingga banyak dana dalam negeri mengalir keluar. Harga produk ekspor Indonesia diatur oleh pembeli di luar negeri dan menguntungkan importir di luar negeri. Indonesia sudah kebanjiran buah-buahan, elektronik, dan pakaian jadi impor. Banyak produk-produk asli Indonesia yang sudah dipatenkan di luar negeri, dan seterusnya dan seterusnya.

Minggu, 29 Agustus 2010

Bisnis Rasulullah dan Dakwah Ekonomi Indonesia

image: islamhariini
JIKA kita gali sejarah Nabi Muhammad SAW, beliau hidup dengan penuh kecukupan. Ini didasari dengan karier bisnis beliau yang dimulai sejak usia 12 tahun, dengan kerja magang (internship) bersama pamannya berdagang ke Suriah.

Awal kariernya, beliau dagang kecil-kecilan di Makkah, membeli barang di pasar, kemudian menjual kepada orang lain. Selanjutnya, menerima investasi dari pengusaha kaya, janda, anak-anak yatim, yang tidak bisa menjalankan bisnisnya sendiri, dengan cara mendapatkan upah (fee based), bagi hasil (profit sharing). Adapun, prinsip bisnisnya adalah kejujuran, keteguhan memegang janji, sehingga penduduk Mekkah mengenal Nabi Muhammad SAW sebagai Al-Amin. Investor Khadijah mengajak kerja sama kemitraan berdasarkan mudarabah (bagi hasil), Khadijah sebagai shohibul maal (investor) dan Nabi Muhammad SAW adalah pengelola (mudarib/manajer).