Minggu, 29 Agustus 2010

Bisnis Rasulullah dan Dakwah Ekonomi Indonesia

image: islamhariini
JIKA kita gali sejarah Nabi Muhammad SAW, beliau hidup dengan penuh kecukupan. Ini didasari dengan karier bisnis beliau yang dimulai sejak usia 12 tahun, dengan kerja magang (internship) bersama pamannya berdagang ke Suriah.

Awal kariernya, beliau dagang kecil-kecilan di Makkah, membeli barang di pasar, kemudian menjual kepada orang lain. Selanjutnya, menerima investasi dari pengusaha kaya, janda, anak-anak yatim, yang tidak bisa menjalankan bisnisnya sendiri, dengan cara mendapatkan upah (fee based), bagi hasil (profit sharing). Adapun, prinsip bisnisnya adalah kejujuran, keteguhan memegang janji, sehingga penduduk Mekkah mengenal Nabi Muhammad SAW sebagai Al-Amin. Investor Khadijah mengajak kerja sama kemitraan berdasarkan mudarabah (bagi hasil), Khadijah sebagai shohibul maal (investor) dan Nabi Muhammad SAW adalah pengelola (mudarib/manajer).

Lebih kurang 28 tahun, Rasulullah telah menguasai pasar yang meliputi, Yaman, Suriah, Busra , Irak, Yordania, dan Bahrain. Dalam kesuksesan bisnisnya, Rasulullah ketika menikahi Khadijah, memberikan mahar 20 ekor unta muda dan 12 uqayyah (ons) emas. Jika kita lihat, sejarah masuknya Islam ke Indonesia, sangat banyak kesamaan dengan perjuangan Rasulullah, yaitu dengan mengedepankan berdakwah dalam perdagangan atau bisnis. Beliau, telah sukses dalam kehidupan ekonominya sebelum menjadi Rasul. Para wali pendahulu pendakwah di Indonesia melakukan hal yang sama.


Sejarah perdagangan Nusantara telah berlangsung semenjak zaman prasejarah. Hal ini menunjukkan bahwa perniagaan merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan perjalanan bangsa ini. Bahkan, pernah mencapai masa kejayaan dan berada pada posisi yang sangat diperhitungkan oleh kelompok maupun kongsi dagang asing. Jejak awal sejarah perdagangan Nusantara dapat dibuktikan dengan ditemukan berbagai artifak: neraca klasik, manik-manik, dan bendabenda logam lainnya yang menyebar dari Sabang sampai Merauke (Mahmud, 2002 dalam Jauharudin, 2008). Perdagangan antarbangsa semakin meningkat ketika memasuki awal masehi.

Fakta ini terlacak berkat ditemukannya pemukiman dan pelabuhan di daerah pesisir sehingga memudahkan dalam pendistribusian barang-barang yang diinginkan. Temuan gerabah Arikamedu dari India di situs Pacung- Bali Utara merupakan bukti kuat adanya perdagangan antarbangsa yang melibatkan saudagar asing di beberapa wilayah di Nusantara pada awal masehi. Sejarah perdagangan di Nusantara yang dimulai dari zaman prasejarah itu menunjukkan betapa tuanya sejarah perdagangan negeri ini. Tentunya dari setiap sejarah melahirkan warisan- warisan peradaban. Peradaban tersebut lantas melahirkan kota-kota dagang Nusantara yang cukup strategis dan menjadi jalur dagang asing, baik yang memang sengaja berdagang di bumi Nusantara atau sekadar melintas.

Posisi Nusantara menjadi begitu strategis karena menjadi lalu lintas perdagangan dunia. Dari sinilah kemudian, kerajaankerajaan yang berada di sepanjang pesisir menjadi kerajaan besar dan diperhitungkan oleh pasar dunia. Beberapa kerajaan besar itu adalah Sriwijaya, Samudra Pasai, Melayu, Singasari, Majapahit, Mataram, Gowa-Tallo hingga Demak Bintara. Meminjam istilah Nursyamsi Nurlan dalam (Jauharudin, 2008) perdagangan Indonesia sebelum abad 17 lebih dikuasai oleh jaringan Islam Korporatis.

Disebut jaringan Islam korporatis karena menguasai semua jalur perdagangan dari hulu sampai hilir dan sarana-sarana dan struktur perdagangan telah tumbuh begitu kuat. Para saudagar muslim ini berdagang bukan karena semata-mata mencari keuntungan, tetapi karena ada landasan agama yang memerintahkan bahwa dunia perniagaan sangat penting dalam menopang keberlanjutan penyebaran agama Islam. Lalu yang menjadi pertanyaan krusial adalah, para saudagar manakah yang membawa Islam ke Nusantara ini? Mengenai periodisasi tumbuhnya perdagangan muslim di Nusantara ini dapat dibagi dalam dua periode, pertama, dari abad ke 15 sampai abad pertengahan ke 17.

Kedua, pertengahan abad ke 17 sampai dengan abad ke 20. Perjalanan periodisasi perdagangan muslim ini selalu melibatkan para pedagang Arab, India dan China. Soal siapakah pedagang Muslim pertama kali yang datang ke Nusantara, bisa dikatakan bahwa dari Chinalah pedagang Muslim pertama yang datang ke Nusantara. Namun lambat laun kekuatan para saudagar Muslim ini menjadi redup seiring datangnya kolonialisme di Indonesia, sehingga perebutan pengaruh dan penguasaan aset-aset ekonomi hampir terjadi di mana-mana. Kolonial pertama di Indonesia adalah bangsa Portugis, lalu disusul oleh Belanda dan Inggris.

Bangsa-bangsa kolonial tersebut selain menghancurkan komunitas-komunitas dagang pribumi, mereka juga bertarung dengan bangsa kolonial lainnya, misalnya perang dagang yang terjadi antara Belanda dan Inggris.

KH Dr Marsudi Syuhud
Ketua PBNU

Tidak ada komentar:

Posting Komentar