Sabtu, 11 September 2010

Rekonstruksi Ekonomi Islam


Badai krisis finansial tengah melanda negara adikuasa AS. Beberapa bank multinasional yang menghegemoni di penjuru dunia lantak selaksa dihantam tsunami yang melanda Nangroe Aceh Darussalam beberapa waktu silam. Dimulai dari kolapsnya lembaga sekuritas Lehman Brothers dan investment bank terbesar kelima di Amerika Bear Stearns. Beberapa saat sebelumnya, pemerintah Amerika mengambil alih perusahaan mortgage terbesar; Freddie Mac dan Fannie Mae. Sementara Merrill Lynch perusahaan pesaing Lehman Brothers mengalami kondisi tak jauh beda sehingga diakuisisi Bank of America. Perusahaan raksasa lainnya, American International Group (AIG) salah satu perusahaan asuransi terbesar di dunia saat ini sedang mencari pinjaman sebesar 40 milyar dollar.

Senjakala Sekularisme


image: almuwahid.blogspot.com
Anda tidak perlu Tuhan untuk berperang. You don’t need God for a war, demikian John Micklethwait, pemimpin redaksi majalah The Economist, bersama Adrian Wooldridge seorang kolumnis, dalam karyanya God is Back. Buku setebal 405 halaman ini menyajikan fakta sosial seputar kebangkitan keyakinan agama yang meramaikan panggung politik global di awal abad ini.
Jika Anda naik pesawat terbang dan mendarat di Bandar Udara Nashville, Tennessee, Amerika Serikat, Anda akan disambut tulisan selamat datang: Music City, USA. Menurut Micklethwait, mestinya ditambah lagi dengan papan nama: Faith City, atau Jesus City, bahkan lebih mengena: Southern Baptist City, mengingat di kota ini terdapat sedikitnya 700 gereja, 65 persen penduduknya mengaku religius. Nashville juga dikenal sebagai kota produsen buku-buku dan kaset keagamaan yang diekspor ke seluruh dunia. Banyak penyanyi papan atas melakukan rekaman lagu-lagu keagamaan di kota ini, sebut saja Hank Williams, Johnny Cash, atau Carrie Underwood.

Senjakala Neoliberalisme

Image: kompasiana
Tiba-tiba saja mencuat menjadi wacana hangat di tengah-tengah masyarakat. Pemicunya adalah munculnya nama Boediono sebagai calon wakil presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pemilihan presiden yang akan datang. Menurut para penentang mantan Gubernur Bank Indonesia tersebut, Boediono seorang ekonom yang menganut paham ekonomi neoliberal, sebab itu ia sangat berbahaya bagi masa depan perekonomian Indonesia.
Tulisan ini tidak bermaksud mengupas Boediono atau paham ekonomi yang dianutnya. Tujuan tulisan ini adalah untuk menguraikan pengertian, asal mula, dan perkembangan neoliberalisme secara singkat. Saya berharap, dengan memahami neoliberalisme secara benar, silang pendapat yang berkaitan dengan paham ekonomi ini dapat dihindarkan dari debat kusir. Sebaliknya, para ekonom yang jelas-jelas mengimani neoliberalisme, tidak secara mentah-mentah pula mengelak bahwa dirinya bukan seorang neoliberalis.

Senjakala Kapitalisme

Image: oregonlive.com
Setelah sistem sosialis tumbang, sistem kapitalis diperkirakan bakal menyusut. Tanda-tanda di amabang ajalnya sistem kapitalis itu bisa dilihat dari mneingkaknya kredit derivatif dari Rp.500 triliun pada tahun 1998, menjadi Rp.24.000 triliun pada akhir Desember 2002. Belum lagi jumlah obligasi yang default mencapai Rp.1.650 triliun, jumlah yang jauh lebih besar dari jumlah obligasi yang default selama 20 tahun sebelumnya. Siap runtuh bersama sistem ini atau mencari sistem alternatif ?
Sudah lama konsep dan sistem kapitalis ini menjadi sorotan, sejak Karl Max dan para pengikutnya, pemikir sosialis lainnya seperti EF Schumacher, Soedjatmoko, D.R Scott, pemikir ekonomi Islam seperti Umer Chapra, Prof M. A Manan, Masudul A. Choudury, Najetullah Siddiqi, sampai pada aliran sempalan kapitalis seperti Joseph Stiglitz, Paul Ormerod, Lester Thurow, , Kevin Phillip untuk menyebut beberapa nama.

Krisis Finansial Global dan Agama

Image: okezone.com
APA hubungan antara agama dan krisis finansial dan ekonomi yang semula melanda Amerika Serikat, namun segera menyebar ke seluruh penjuru dunia? Secara sepintas, tidak ada hubungannya. Atau, mungkin terlihat hubungannya ketika dalam situasi krisis finansial dan ekonomi tersebut kian banyak orang bunuh diri.
Mereka yang mencabut nyawanya sendiri itu umumnya dianggap tidak atau kurang memiliki pegangan agama yang kuat. Memang, banyak orang tiba-tiba menjadi miskin karena aset atau saham yang mereka tanam dalam perdagangan saham atau dikelola fund manager atau pialang, misalnya, ambles tidak berbekas. Dalam keadaan seperti ini, banyak orang yang tidak sanggup menahan diri sehingga menempuh jalan pintas bunuh diri.
Tetapi, terdapat hal-hal yang jauh lebih rumit menyangkut kaitan antara krisis finansial dan ekonomi global sekarang dengan agama. Masalah ini menjadi perhatian khusus Council on Faith, World Economic Forum, Davos, Swiss, yang kebetulan saya termasuk salah satu anggotanya bersama figur-figur lain, semacam John L Esposito (direktur Center for Muslim-Christian Understanding, Georgetown University, AS), Karen Armstrong (penulis tentang agama, Inggris), Jorge Sampaio (Perwakilan Tinggi Alliance of Civilizations, PBB, New York), Tony Blair (Utusan Perdamaian Timur Tengah), William A Graham (guru besar agama Harvard University), Ismail Serageldin (Direktur Bibliotheca Alexandina, Mesir), dan banyak lagi.